Mendidik Anak ala Ali Bin Abi Thalib, R.A
Pendidikan anak dalam islam bersifat
komperhensif/ menyeluruh. Sehingga peran orang tua, lingkungan dan sekolah
sangatlah dibutuhkan untuk pendidikan anak. Dalam mendidik, seorang anak harus
dibekali ilmu yg cukup dalam ilmu agama, serta skill dalam menjalankan
kehidupannya. Agar seorang anak menjadi pribadi yg matang. Yaitu anak memiliki
pribadi yang islami dan kuat mentalnya dalam menjalankan kehidupannya sesuai
perintah Allah.
Tahapan2 dalam mendidik anak pun juga perlu
diperhatikan. Agar cara kita tepat dan tidak menimbulkan masalah baru. Menurut
Ali bin Abi Thalib Ra. ada tiga pengelompokkan dalam cara memperlakukan anak:
1. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7
tahun), perlakukan anak sebagai raja.
Melayani anak dibawah usia 7 tahun dengan
sepenuh hati dan tulus adalah hal terbaik yang dapat kita lakukan. Banyak hal
kecil yang setiap hari kita lakukan ternyata akan berdampak sangat baik bagi
perkembangan prilakunya, misalnya :
>> Bila kita langsung menjawab dan
menghampirinya saat ia memanggil kita- bahkan ketika kita sedang sibuk dengan
pekerjaan kita – maka ia akan langsung menjawab dan menghampiri kita ketika
kita memanggilnya.
>>Saat kita tanpa bosan mengusap
punggungnya hingga ia tidur, maka kelak kita akan terharu ketika ia memijat
atau membelai pngung kita saat kita kelelahan atau sakit.
>> Saat kita berusaha keras menahan
emosi di saat ia melakukan kesalahan sebesar apapun, lihatlah dikemudian hari
ia akan mampu menahan emosinya ketika adik/ temannya melakukan kesalahan
padanya.
Maka ketika kita selalu berusaha sekuat
tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh
tahun, insya Allah ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian
dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan memperlakukannya sebagai
raja, maka ia juga akan mencintai dan memperlakukan kita sebagai raja dan
ratunya.
Maka intinya adalah pada tahap ini anak
belajar dari sikap kita kepadanya, jika kita lembut kepadanya maka ia akan
tumbuh menjadi orang yang lembut. Lembut disini bukan berarti kita memanjakan
tapi kita tetap tegas mengenai hal-hal yang baik dan tidak untuknya.
2. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14
tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.Kenapa sebagai tawanan? Karena kedudukan
tawanan dalam Islam sangatlah terhormat, ia mendapatkan haknya secara
proporsional namun juga dikenakan berbagai larangan serta kewajiban.
Inilah dimana saatnya anak mengetahui hak
dan kewajibannya, tentang akidah dan hukum agama baik yang diwajibkan maupun
yang dilarang. Hal-hal tersebut diantaranya: mengerjakan sholat 5 waktu,
memakai pakaian yang bersih, rapi, dan menutup aurat, menjaga pergaulan dengan
lawan jenis, membiasakan membaca AlQur’an, serta membantu pekerjaan rumah yang
sesuai dengan kemampuan anak seusia ini. Pada tahap ini anak juga mulai
menerapkan kedisiplinan sehari-hari dengan system reward dan punishment. Hal
ini penting dilakukan di tahap ini karena anak sudah mulai mengerti arti
tanggung jawab dan konsekuensi tentang suatu hal.
3. Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21
tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.
Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak
menginjak akil baligh. Sebagai orang tua kita sebaiknya memposisikan diri
sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang
diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra.
>> Berbicara dari hati ke hati Inilah
saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengannya, menjelaskan bahwa
ia sudah remaja dan beranjak dewasa.
Perlu dikomunikasikan bahwa selain
mengalami perubahan fisik, Ia juga akan mengalami perubahan secara mental,
spiritual, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga sangat mungkin akan ada
masalah yang harus dihadapinya. Paling penting bagi kita para orang tua adalah
kita harus dapat membangun kesadaran pada anak-anak kita bahwa pada usia
setelah akil baliqh ini, ia sudah memiliki buku amalannya sendiri yang kelak
akan ditayangkan dan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
>> Memberi ruang lebih Setelah
memasuki usia akil baliqh, anak perlu memiliki ruang agar tidak merasa
terkekang, namun tetap dalam pengawasan kita.
Controlling atau pengawasan tetap harus
dilakukan tanpa bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdoa untuk
kebaikan dan keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting,
dihormati, dicintai, dihargai dan disayangi. Selanjutnya, Ia akan merasa
percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu cenderung pada
kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
>> Mempercayakan tanggung jawab yang
lebih berat. Waktu usia 15- 21 tahun ini penting bagi kita untuk memberinya
tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar, dengan begini kelak anak- anak
kita dapat menjadi pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan dapat
diandalkan.
Contoh pemberian tanggung jawab pada usia
ini adalah seperti memintanya membimbing adik- adiknya, mengerjakan beberapa
pekejaan yang biasa dikerjakan oleh orang dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan
dan mengelola kuangannya sendiri
>> Membekali anak dengan keahlian
hidup.
Rasulullah bersabda, “Ajarilah anak-anak
kalian berkuda, berenang dan memanah” (Riwayat sahih Ima Bukhari dan Imam
Muslm) Secara harfiah, olah raga berkuda, berenang dan memanah adalah olah raga
yang sangat baik untuk kebugaran tubuh. Sebagian menafsirkan bahwa berkuda
dapat pula diartikan mampu mengendarai kendaraan (baik kendaraan darat, laut,
udara). Berenang dapat disamakan dengan ketahanan dan kemampuan fisik yang
diperlukan agar menjadi muslim yang kuat. Sedangkan memanah dapat pula
diartikan sebagai melatih konsentrasi dan fokus pada tujuan.
Di era modern, sebagian pakar memperluas tafsiran
hadist diatas sebagai berikut :
>Berkuda = Skill of Life, memberi
keterampilan atau keahlian sebagai bekal hidup agar memiliki rasa percaya diri,
jiwa kepemimpinan dan pengendalian diri yang baik.
> Berenang = Survival of Life , mendidik
anak agar selalu bersmangat, tidak mudah menyerah dan tegar dalam menghadapi
masalah.
> Memanah = Thinking of Life,
mengajarkan anak untuk membangun kemandirian berpikir, merencanakan masa depan
dan menentukan target hidupnya.
Dengan menjadikannya seperti sahabat, anak
akan merasa nyaman berbagi tentang hal apapun, ia tidak akan merasa takut akan
dihakimi tentang permasalahannya karena ia memiliki tempat terbaik untuk
berdiskusi dalam segala hal. Tentunya kita tidak ingin anak justru salah
mendapatkan pengertian tentang hal-hal tertentu bukan?.
Indah sekali ternyata membaca Parenting ala
Ali RA ini, ternyata hal-hal seperti parenting ini juga telah dibahas dalam
Islam.
#SOBAT_SWI
Komentar
Posting Komentar